Senin, 04 Juni 2012

KEPEMIMPINAN

Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Kepemimpinan merupakan titik pusat dan penentu kebijakan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam organisasi. Pengertian kepemimpinan menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
a.       Tead; Terry; Hoyt (Kartono, 2003)
Kepemimpinan adalah kegiatan atau seni memengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan – tujuan yang diinginkan kelompok.
b.      Young (Kartono, 2003)
Kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup medorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
c.       Ensiklopedi Wikipeedia
Kepemimpinan meliputi proses memengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, memengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kapamimpinan juga diartikan sebagai proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
d.      Tannebaum, Weschler, and Nassarik (1961, 24)
Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung elalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu.
h.      Shared Goal, Hemhiel, and Coons (1957, 7)
Kepemimpinan adalah sikap pribadi yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
i.        Rauch and Behling (1984, 46)
Kepemimpinan adalah suatu proses yang memengaruhi aktivitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama.
j.        Jacobs and Jacque (1990, 281)
Kepemimpinan adalah suatu proses  yang memberi arti (penuh arti kepemimpinan) pada kerja sama dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan memengaruhi orang lain (bawahan atau kelompok), kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.

Tipe-tipe Kepemimpinan
Setiap pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya mempunyai cara dan gaya. Pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian sendiri yang khas, sehingga tingkah laku dan gayanya yang membedakan dirinya dari orang lain. Gaya hidupnya ini pasti akan mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya. Ada pemimpin yang keras dan represif, tidak persuasif, sehingga bawahan bekerja disertai rasa ketakutan, ada pula pemimpin yang bergaya lemah lembut dan biasanya disenangi oleh bawahan. Kegagalan atau keberhasilan yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas perkerjaannya menunjukkan kegagalan atau keberhasilan pemimpin itu sendiri.
Gaya kepemimpinan adalah bagaimana seorang pemimpin melaksanakan fungsi kepemimpinannya dan bagaimana ia dilihat oleh mereka yang berusaha dipimpinnya atau mereka yang mungkin sedang mengamati dari luar (Robert, 1992). James et. al. (1996) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja. Pengertian gaya kepemimpinan menurut Tampubolon (2007) adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, ketrampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya. Raph White dan Ronald Lippitt dalam Winardi (2000) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu gaya yang digunakan oleh seorang pemimpin untuk mempengaruhi bawahan.
Terdapat lima tipe kepemimpinan yang disesuikan dengan situasi menurut Siagian (2002), yaitu :
a.       Tipe Otokratik
Gaya pemimpin dimana pemimpin yang memiliki wewenang dalam memutuskan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan karyawan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan.
Semua ilmuan yang berusaha memahami segi kepemimpinan otokratik mengatakan bahwa pemimpin yang tergolong otokratik dipandang sebagai karakteristik yang negatif. Dilihat dari persepsinya seorang pemimpin yang otokratik adalah seseorang yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otoriter akan menunjukkan sikap yang menonjolkan “ke-aku-annya”, antara lain dalam bentuk :
·         kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain dalam organisasi seperti mesin sehingga  dipandang kurang menghargai harkat dan martabat bawahan atau karyawan.
·         pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahannya
·         pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan

Gaya kepemimpinan yang dipergunakan pemimpin yang otokratik antara lain:
·         tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat
·         menganggap organisasi sebagai milik pribadi
·         menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya
·         penggerakannya sering mempergunakan approach yang mengandung unsur paksaan dan puntif (bersifat menghukum)
·         dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuannya
·         bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi
·         menggunakan pendekatan punitif dalam hal terhadinya penyimpangan oleh bawahan

Kelebihan model kepemimpinan otoriter ini ada di pencapaian prestasinya. Tidak ada satupun tembok yang mampu menghalangi langkah pemimpin ini. Ketika dia memutuskan suatu tujuan, itu adalah harga mati, tidak ada alasan, yang ada adalah hasil. Langkah – langkahnya penuh perhitungan dan sistematis. Dingin dan sedikit kejam adalah kelemahan pemimpin dengan kepribadian ini. Mereka sangat mementingkan tujuan sehingga tidak pernah peduli dengan cara. Makan atau dimakan adalah prinsip hidupnya.

b.      Tipe Militeristik
Tipe kepemimpinan militeristik ini sangat mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik adalah: (1) lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana, (2) menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan, (3) sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan, (4) menuntut adanya disiplin yang keras dan kaku dari bawahannya, (5) tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya, (6) komunikasi hanya berlangsung searah.

c.       Tipe Paternalistik
Tipe pemimpin paternalistik hanya terdapat di lingkungan masyarakat yang bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat agraris. Salah satu ciri utama masyarakat tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggota masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan. Pemimpin seperti ini kebapakan, sebagai tauladan atau panutan masyarakat. Kepemimpinan paternalistik lebih diidentikkan dengan kepemimpinan yang kebapakan dengan sifat-sifat sebagai berikut: (1) mereka menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan, (2) mereka bersikap terlalu melindungi, (3) mereka jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri, (4) mereka hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif, (5) mereka memberikan atau hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut atau bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri, (6) selalu bersikap maha tahu dan maha benar. Biasanya tokoh-tokoh adat, para ulama, dan guru. Pemimpin ini sangat mengembangkan sikap kebersamaan.

d.      Tipe Kharismatik
Tipe kepemimpinan karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Kepemimpinan kharismatik dianggap memiliki kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang Maha Kuasa. Kepemimpinan yang kharismatik memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepemimpinan kharismatik memancarkan pengaruh dan daya tarik yang amat besar.
Kelebihan gaya kepemimpinan karismatis ini adalah mampu menarik orang. Mereka terpesona dengan cara berbicaranya yang membangkitkan semangat. Biasanya pemimpin dengan gaya kepribadian ini visionaris. Mereka sangat menyenangi perubahan dan tantangan. Mungkin, kelemahan terbesar tipe kepemimpinan model ini bisa dianalogikan dengan peribahasa Tong Kosong Nyaring Bunyinya. Mereka mampu menarik orang untuk datang kepada mereka. Setelah beberapa lama, orang-orang yang datang ini akan kecewa karena ketidak-konsisten-an. Apa yang diucapkan ternyata tidak dilakukan. Ketika diminta pertanggungjawabannya, si pemimpin akan memberikan alasan, permintaan maaf, dan janji.

e.       Tipe Demokratik
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya.
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.
Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat dan sugesti bawahan. Bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing. Mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat.

Menurut beberapa kelompok sarjana (dalam Kartono, 2003); Shinta (2002) membagi Tipe Kepemimpinan berbagai macam selain yang disebutkan diatas. Macam – macam Tipe Kepemimpinan:
1. Tipe Kepemimpinan Laissez Faire
Pada tipe kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahannya sendiri. Pemimpin hanya berfungsi sebagai simbol, tidak memiliki keterampilan teknis, tidak mempunyai wibawa, tidak bisa mengontrol anak buah, tidak mampu melaksanakan koordinasi kerja, tidak mampu menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Kedudukan sebagai pemimpin biasanya diperoleh dengan cara penyogokan, suapan atau karena sistem nepotisme. Oleh karena itu organisasi yang dipimpinnya biasanya morat marit dan kacau balau.
2. Tipe Kepemimpinan Populistis
Kepemimpinan populis berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisonal, tidak mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang luar negeri. Kepemimpinan jenis ini mengutamakan penghidupan kembali sikap nasionalisme.
3. Tipe Kepemimpinan Administratif/Eksekutif
Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Pemimpinnya biasanya terdiri dari teknokrat-teknokrat dan administratur-administratur yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan. Oleh karena itu dapat tercipta sistem administrasi dan birokrasi yang efisien dalam pemerintahan. Pada tipe kepemimpinan ini diharapkan adanya perkembangan teknis yaitu teknologi, indutri, manajemen modern dan perkembangan sosial ditengah masyarakat.

Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern karena:
·         senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritikan dari bawahan
·         selalu berusaha mengutamakan kerjasama teamwork dalam usaha mencapai
tujuan
·         selalu berusaha menjadikan lebih sukses dari padanya
·         selalu berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin

Sedangkan Robinss (2006) mengidentifikasi empat jenis gaya kepemimpinan antara lain:
a.       Gaya kepemimpinan kharismatik
Para pengikut terpacu kemampuan kepemimpinan yang heroik atau yang luar biasa ketika mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu pemimpin mereka. Terdapat lima karakteristik pokok pemimpin kharismatik:
·         Visi dan artikulasi. Dia memiliki visi ditujukan dengan sasaran ideal yang berharap masa depan lebih baik daripada status quo, dan mampu mengklarifikasi pentingnya visi yang dapat dipahami orang lain
·         Rasio personal. Pemimpin kharismatik bersedia menempuh risiko personal tinggi, menanggung biaya besar, dan terlibat ke dalam pengorbanan diri untuk meraih visi
·         Peka terhadap lingkungan. Mereka mampu menilai secara realistis kendala lingkungan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk membuat perubahan
·         Kepekaan terhadap kebutuhan pengikut. Pemimpin kharismatik perseptif (sangat pengertian) terhadap kemampuan orang lain dan responsif terhadap kebutuhan dan perasaan mereka
·         Perilaku tidak konvensional. Pemimpin kharismatik terlibat dalam perilaku yang dianggap baru dan berlawanan dengan norma

b.      Gaya kepemimpinan transaksional
Pemimpin transaksional merupakan pemimpin yang memandu atau memotivasi para pengikut mereka menuju sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas. Gaya kepemimpinan transaksional lebih berfokus pada hubungan pemimpin-bawahan tanpa adanya usaha untuk menciptakan perubahan bagi bawahannya. Terdapat empat karakteristik pemimpin transaksional:
·         Imbalan kontingen: kontrak pertukaran imbalan atas upaya yang dilakukan, menjanjikan imbalan atas kinerja baik, mengakui pencapaian
·         Manajemen berdasar pengecualian (aktif): melihat dean mencari penyimpangan dari aturan dan standar, menempuh tindakan perbaikan
·         Manajemen berdasar pengecualian (pasif): mengintervensi hanya jika standar tidak dipenuhi
·         Laissez-Faire: melepas tanggung jawab, menghindari pembuatan keputusan

c.       Gaya kepemimpinan transformasional
Pemimpin transformasional mencurahkan perhatian pada hal-hal dan kebutuhan pengembangan dari masing-masing pengikut, Pemimpin transformasional mengubah kesadaran para pengikut akan persoalan-persoalan dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan cara-cara baru, dan mereka mampu menggairahkan, membangkitkan, dan mengilhami para pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai sasaran kelompok. Terdapat empat karakteristik pemimpin transformasional:
·         Kharisma: memberikan visi dan rasa atas misi, menanamkan kebanggaan, meraih penghormatan dan kepercayaan
·         Inspirasi: mengkomunikasikan harapan tinggi, menggunakan symbol untuk memfokuskan pada usaha, menggambarkan maksud penting secara sederhana
·         Stimulasi intelektual: mendorong intelegensia, rasionalitas, dan pemecahan masalah secara hati-hati
·         Pertimbangan individual: memberikan perhatian pribadi, melayani karyawan secara pribadi, melatih dan menasehati

d.      Gaya kepemimpinan visioner
Kemamuan menciptakan dan mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel, dan menarik mengenai masa depan organisasi atau unit organisasi yang tengah tumbuh dan membaik dibanding saat ini. Visi ini jika diseleksi dan diimplementasikan secara tepat, mempunyai kekuatan besar sehingga bisa mengakibatkan terjadinya lompatan awal ke masa depan dengan membangkitkan keterampilan, bakat, dan sumber daya untuk mewujudkannya
Ada pula sumber yang mengemukakan lima gaya kepemimpinan yang hampir sama dengan tipe kepemimpinan yang dikemukakan Siagian. Namun sumber itu tidak menyebutkan tipe militeristik, tapi justru menjelaskan tipe laissez faire ( bebas) sebagai gantinya. Adapun penjelasan dari tipe ini adalah sebagai berikut:
·           Tipe Bebas
Pemimpin jenis ini hanya terlibat dalam kuantitas yang kecil di mana para bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian masalah yang dihadapi. Pemimpin ini berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota dan pemimpin tidak terlalu sering intervensi. Karakteristik dan gaya kepemimpinan tipe ini adalah :
·           Pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif
·      Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang lebih rendah dan kepada petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu yang nyata-nyata menuntut keterlibatannya langsung
·      Status quo organisasional tidak terganggu
·      Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berpikir dan bertindak yang inovatif diserahkan kepada para anggota organisasi yang bersangkutan sendiri
·      Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam organisasi berada pada tingkat yang minimum.

Karakter Pemimpin yang Efektif
Kepemimpinan yang efektif (effective leadership) terealisasi pada saat seorang pemimpin dengan kekuasaannya mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Perlu diingat bahwa saat seseorang memutuskan (baik secara sadar atau tidak) untuk mengikuti kepemimpinan anda, keputusan itu terutama karena satu atau dua hal berikut : karakter anda atau kemampuan anda. Mereka ingin memastikan apakah anda adalah seseorang yang pantas mereka ikuti, atau apakah anda memiliki kemampuan untuk membawa mereka pada keberhasilan.
Ditengah-tengah dinamika organisasi (yang antara lain diindikasikan oleh adanya perilaku staf/individu yang berbeda-beda), maka untuk mencapai efektivitas organisasi penerapan gaya-gaya kepemimpinan perlu disesuaikan dengan tuntutan keadaan. Untuk mencapai pemimpin yang efektif,  perlu memiliki tiga kemampuan khusus yakni :
a.       Kemampuan analitis (analytical skills), yakni kemampuan untuk menilai tingkat pengalaman dan motivasi bawahan dalam melaksanakan tugas.
b.      Kemampuan untuk fleksibel (flexibility atau adaptability skills), yaitu kemampuan untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang paling tepat berdasarkan analisa terhadap siatuasi.
c.       Kemampuan berkomunikasi (communication skills), yakni kemampuan untuk menjelaskan kepada bawahan tentang perubahan gaya kepemimpinan yang Anda terapkan.
Ketiga kemampuan diatas sangat dibutuhkan bagi seorang pemimpin, sebab seorang pemimpin harus dapat melaksanakan tiga peran utamanya yakni peran interpersonal, peran pengolah informasi (information processing), serta peran pengambilan keputusan (decision making) (Gordon, 1996 : 314-315).
Ensiklopedi Wikipedia menuliskan bahwa cara menjadi pemimpin yang efektif tidak perlu diulas oleh sebuah buku. Guru manajeman terkenal, Peter Drucker, menjawabnya hanya dengan beberapa kalimat: "pondasi dari kepemimpinan yang efektif adalah berpikir berdasar misi organisasi, mendefinisikannya dan menegakkannya, secara jelas dan nyata”.
Sondang (1994) menyimpulkan bahwa seseorang hanya akan menjadi seorang pemimpin yang efektif apabila :
a.       seseorang secara genetika telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan
b.      bakat-bakat tersebut dipupuk dan dikembangkan melalui kesempatan untuk menduduki jabatan kepemimpinannya
c.       ditopang oleh pengetahuan teoritikal yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan, baik yang bersifat umum maupun yang menyangkut teori kepemimpinan

Konsep mengenai persyaratan kepemimpinan selalu berkaitan dengan tiga hal, yakni:
a.       Kekuasaan, ialah kakuatan, otoritas, dan legalitas yang memberikan wewenang kepada pimpinan guna memengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.
b.      Kewibawaan, ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan sehingga orang mampu mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patut pada pemimpin dan bersedia melakukan perbuatan – perbuatan tertentu.
c.       Kemampuan, ialah segala daya, kesanggupan, kekuatan, kedayaan atau ketrampilan teknis maupun sosial yang dianggab melebihi kemampuan anggota biasa.
Stop Dill dalam bukunya “Personal Factor Associated with Leadership” menyatakan bahwa pemimpin itu harus memiliki beberapa kelebihan yaitu kapasitas, prestasi, tanggung jawab, partisipasi, dan status. Sedangkan menurut Earl Nightingale dan Whitf Schult mengemukakan bahwa seorang pemimpin harus memiliki kemampuan dan syarat sebagi berikut:
a.       Kemandirian
b.      Rasa ingin tahu yang besar
c.       Terampil dan pandai di segala bidang
d.      Memiliki rasa humor, antusiasme tinggi, suka berkawan
e.       Selalu ingin mendapat yang sempurna
f.       Mudah menyesuaikan diri
g.      Sabar dan ulet
h.      Komunikatif serta pandai berbicara
i.        Berjiwa wiraswasta
j.        Sehat Jasmani, dinamis, sanggup dan berani mengambil resiko
k.      Tajam firasatnya dan adil pertimbangannya
l.        Berpengetahuan luas dan haus akan ilmu pengetahuan
m.    Memiliki motivasi tinggi
n.      Punya imajinasi tinggi

Dari beberapa hal yang disebutkan di atas penulis meniyimpulkan bahwa seorang pemimpin itu harus memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan anggota-anggotanya. Kelebihan tersebut membuat pemimpin lebih berwibawa dan dipatuhi oleh bawahan, dan yang lebih utama harus dimiliki adalah kelebihan moral dan ahklak.

Pendekatan Kepemimpinan
Seorang pemimpin dengan kepemimpinannya mampu memengaruhi dan mengarahkan tingkah laku para anggotanya atau orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk menentukan persyaratan-persyaratan seseorang menjadi pemimpin, Scott dalam Kartono (2005), mengemukakan beberapa persyaratan sebagai berikut:
a.       The Great Man Approac (pendekatan orang besar)
Syarat ini menyatakan adanya kemampuan yang luar biasa dari seorang pemimpin, sehingga dengan segenap kualitas unggulnya dia dapat membawa para anggota kepada sasaran yang ingin dicapai. Sifat-sifat utama pendekatan ini antara lain intelegensi tinggi, kemampuan berkomunikasi, dan kepekaan terhadap iklim psikis kelompoknya.
b.      The Trait Approach (pendekatan ciri atau sifat)
Syarat ini menyatakan sederetan sifat-sifat unggul, sehingga pemimpin dapat memengaruhi anggotanya melakukan tugas-tugas tertentu dengan prinsip pembagian tugas.
c.       The Modified Trait Approach (pendekatan ciri yang diubah)
Syarat ini menyatakan adanya sifat-sifat unggul itu dapat diubah, diganti secara luwes atau dibatasi sesuai dengan situasi dan kondisi.
d.      The Situasional Approach (pendekatan situasional)
Syarat ini meyatakan bahwa sifat-sifat pemimpin bukanlah satu-satunya hal yang menentukan derajat kualitas pemimpin, melainkan situasi dan lingkunganlah yang merupakan faktor penentunya. Kemungkinan yang terjadi bahwa seorang pemimpin yang efisien pada saat sekarang ini, belum tentu mampu menjabat tugas kepemimpinan pada saat lain dengan kondisi – kondisi yang berbeda.

Studi kepemimpinan bisa dikelompokkan menjadi empat pendekatan. Fiedler dalam Nawawi (2003) menyatakan keempat teori kepemimpinan tersebut, yaitu:
a.       Teori Great Man dan Teori Big Bang
Teori ini mengemukakan kepemimpinan merupakan bakat atau bawaan sejak seseorang lahir dari kedua orang tuaya. Bennis dalam Nawawi (2003) menyatakan pemimpin dilahirkan bukan diciptakan. Teori ini melihat kekuasaan berbeda pada sejumlah orang tertentu, yang melalui proses pewarisan memiliki kemampuan memimpin atau karena keberuntungan memiliki bakat untuk menempati posisi sebagai pemimpin. Teori ini mengintegrasikan antara situasi dan pengikut anggota organisasi sebagai jalan yang dapat mengantarkan seseorang menjadi pemimpin. Situasi yang dimaksud adalah peristiwa – peristiwa atau kejadian – kejadian besar seperti revolusi, kekacauan, pemberontakan, reformasi, dan lain – lain.
b.      Teori Sifat atau Krakteristik Keperibadian
Teori ini mengemukakan bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin apabila memiliki sifat-sifat atau krakteristik kepribadian yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin, meskipun orang tuanya khususnya ayah bukan seorang pemimpin. Teori ini ini bertolak dari pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat/krakteristik kepribadian yang dimiliki.
c.       Teori Perilaku
Teori ini bertolak dari pemikiran bahwa kepemimpinan untuk mengefektifkan organisasi, tergantung pada perilaku atau gaya bersikap dan/atau gaya bertindak seorang pemimpin. Dengan demikian berarti juga teori ini juga memusatkan perhatiaannya pada fungsi-fungsi kepemimpinan. Dengan kata lain keberhasilan seorang pemimpin dalam mengefektifkan organisasi, sangat tergantung dari perilaku pemimpin itu sendiri dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan di dalam strategi kepemimpinannya.
d.      Teori Kontingensi atau Teori Situasional
Teori situasioanal dapat disimpulkan bahwa seseorang pemimpin yang efektif harus memperhatikan faktor-faktor situasional yang terdapat di dalam organisasi. Karena faktor-faktor situasi tersebut tidak selalu tetap, maka diperlukan kemampuan dari pemimpin untuk mengadaptasi kepemimpinan yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.

Menurut M. Thoha (1994:250) mengungkapkan beberapa teori kepemimpinan yaitu:
a.       Teori Sifat (Trait Theory)
Pada pendekatan teori sifat, analisa ilmiah tentang kepemimpinan dimulai dengan memusatkan perhatiannya pada pemimpin itu sendiri. Yaitu apakah sifat-siftat yang membuat seseorang itu sebagai pemimpin. Dalam teori sifat, penekanan lebih pada sifat-sifat umum yang dimilki pemimpin, yaitu sifat-sifat yang dibawa sejak lahir. Teori ini mendapat kritikan dari aliran perilaku yang menyatakan bahwa pemimpin dapat dicapai lewat pendidikan dan pengalaman.
Sehubungan dengan hal tersebut , Keith Davis (dalam Kartini Kartono, 1994:251) merumuskan empat sifat umum yang nampaknya mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan efektifitas kepemimpinan yaitu:
·         kecerdasan, pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin
·         kedewasaan dan keluasan hubungan sosial, pemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial, dia mempunyai keinginan menghargai dan dihargai
·         motivasi diri dan dorongan berprestasi, para pemimpin secara relatif mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka bekerja berusaha mendapatkan penghargaan yang intrinsik dibandingkan dengan ekstrinsik
·         sikap dan hubungan kemanusiaan, pemimpin-pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kekuatan para pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya.
b.      Teori Situasional dan Model Kontingensi
Dalam model kontingensi memfokuskan pentingnya situasi dalam menetapkan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan permasalahan yang terjadi. Sehingga model tersebut berdasarkan kepada situasi untuk efektifitas kepemimpinan. Menurut Fread Fiedler, kepemimpinan yang berhasil bergantung kepada penerapan gaya kepemimpinan terhadap situasi tertentu. Sehingga suatu gaya kepemimpinan akan efektif pabila gaya kepemimpinan tersebut digunakan dalam situasi yang tepat. Sehubungan dengan hal tersebut Fiedler (dalam Abi Sujak, 1990:10) mengelompokkan gaya kepemimpinan sebagai berikut:
ü  Gaya kepemipinan yang berorientasi pada orang (hubungan).
Dalam gaya ini pemimpin akan mendapatkan kepuasan apabila terjadi hubungan yang mapan diantara sesama anggota kelompok dalam suatu pekerjaan. Pemimpin menekankan hubungan pemimpin degan bwahan atau anggota sebagai teman sekerja
ü  Gaya kepemimpinan yang beroreitasi pada tugas. Dalam gaya ini pemimpin akan merasa puas apabila mampu menyelesaikan tugas-tugas yang ada padanya. Sehingga tidak memperhatikan hubungan yang harmonis dengan bawahan atau anggota, tetapi lebih berorentasi pada pelaksanaan tugas sebagai prioritas yang utama
c.       Teori Jalan Kecil-Tujuan (Paht-Goal Theory)
Dalam teori Jalan Kecil-Tujuan berusaha untuk menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi, kepuasan, dan pelaksanaan pekerjaan bawahan atau angotanya. Berdasarkan hal tersebut, House (dalam M. Thoha, 1996:259) dalam Path-Goal Thery memasukkan empat gaya utama kepemimpinan sebagai berikut:
·         Kepemimpinan direktif, gaya ini menganggap bawahan tahu senyatanya apa yang diharpkan dari pimpinan dan pengarahan yang khusus diberikan oleh pimpinan. Dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan atau anggota
·         Kepemimpinan yang mendukung, gaya ini pemimpin mempunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri, bersahabat, mudah didekati, dan mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni terhadap bawahan atau anggotanya
·         Kepemimpinan partisipatif, gaya kepemimpinan ini, pemimpin berusaha meminta dan mempergunakan saran-saran dari para bawahannya. Namun pengambilan keputusan masih tetap berada padanya
·         Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi, gaya kepemimpinan ini menetapkan serangkaian tujuan yang menantang para bawahannya untuk berprestasi. Demikian juga pemimpin memberikan keyakinan kepada mereka mampu melaksnakan tugas pekerjaan mencapai tujuan secara baik.

Sumber Kekuasaan Pemimpin
Kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh pada orang lain; artinya kemampuan untuk mengubah sikap atau tingkah laku individu atau kelompok. Kekuasaan juga berarti kemampuan untuk mempengaruhi individu, kelompok, keputusan, atau kejadian. Kekuasaan tidak sama dengan wewenang, wewenang tanpa kekuasaan atau kekuasaan tanpa wewenang akan menyebabkan konflik dalam organisasi.
Secara umum ada dua bentuk kekuasaan:
1. Pertama kekuasaan pribadi, kekuasaan yang didapat dari para pengikut dan didasarkan pada seberapa besar pengikut mengagumi, respek dan terikat pada pemimpin.
2. Kedua kekuasaan posisi, kekuasaan yang didapat dari wewenang formal organisasi.

Kekuasaan berkaitan erat dengan pengaruh (influence) yaitu tindakan atau contoh tingkah laku yang menyebabkan perubahan sikap atau tingkah laku orang lain atau kelompok. Kekuasaan tidak begitu saja diperoleh individu, ada 5 sumber kekuasaan menurut John Brench dan Bertram Raven, yaitu :
1. Kekuasaan menghargai (reward power)
Kekuasaan yang didasarkan pada kemampuan seseorang pemberi pengaruh untuk memberi penghargaan pada orang lain yang dipengaruhi untuk melaksanakan perintah. Berupa bonus sampai senioritas atau persahabatan yang membuat orang lain mengikuti perintah.
2. Kekuasaan memaksa (coercive power)
Kekuasaan berdasarkan pada kemampuan orang untuk menghukum orang yang dipengaruhi kalau tidak memenuhi perintah atau persyaratan. Berupa teguran , peringatan dan hukuman.
3. Kekuasaan sah (legitimate power)
Kekuasaan formal yang diperoleh berdasarkan hukum atau aturan yang timbul dari pengakuan seseorang yang dipengaruhi bahwa pemberi pengaruh berhak menggunakan pengaruh sampai pada batas tertentu. Biasanya diadalakan pemilihan untuk pemilihan pemilik kekuasaan (pemimpin) dari calon-calon yang ada.
4. Kekuasaan keahlian (expert power)
Kekuasaan yang didasarkan pada persepsi atau keyakinan bahwa pemberi pengaruh mempunyai keahlian relevan atau pengetahuan khusus yang tidak dimiliki oleh orang yang dipengaruhi. Seperti professional atau tenaga ahli.
5. Kekuasaan rujukan (referent power)
Kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok yang didasarkan pada indentifikasi pemberi pengaruh yang menjadi contoh atau panutan bagi yang dipengaruhi. Adanya karisma, keberanian, simpatik yang timbul dalam seseorang menyebabkan seorang pemimpin memiliki kekuasaan.

Teori kontingensi kepemimpinan
Teori kepemimpinan oleh fiedler adalah teori yang menekankan pada hubungan pemimpin dengan bawahannya serta sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi. Kuisioner LPC (least preferred coworker) dapat digunakan untuk mengidentifikasi gaya kepemimpinan seorang pemimpin. Jarak pemimpin dengan bawahan dan orientasi pemimpin (pada tugas/hubungan). Pemimpin dengan skor LPC yang tinggi akan berorientasi pada hubungan ( relationship oriented ) dan pemimpin yang LPC-nya tinggi akan lebih berhasil pada situasi kelompok yang secara moderat menguntungkan. Sedangkan pemimpin dengan skor LPC yang rendah akan berorientasi pada tugas ( task oriented ) dan akan lebih berhasil dalam situasi kelompok yang menguntungkan atau tidak menguntungkan.
Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku pemimpin (atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi efektivitas kepemimpinan. Teori Path-Goal tentang kepemimpinan meneliti bagaimana empat aspek perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan serta motivasi pengikut. Pada umumnya pemimpin memotivasi para pengikut dengan mempengaruhi persepsi mereka tentang konsekuensi yang mungkin dari berbagai upaya. Bila para pengikut percaya bahwa hasil-hasil dapat diperoleh dengan usaha yang serius dan bahwa usaha yang demikian akan berhasil, maka kemungkinan akan melakukan usaha tersebut. Aspek-aspek situasi seperti sifat tugas, lingkungan kerja dan karakteristik pengikut menentukan tingkat keberhasilan dari jenis perilaku kepemimpinan untuk memperbaiki kepuasan dan usaha para pengikut.
LPC Contingency Model dari Fiedler berhubungan dengan pengaruh yang melunakkan dari tiga variabel situasional pada hubungan antara suatu ciri pemimpin (LPC) dan kinerja pengikut. Menurut model ini, para pemimpin yang berskor LPC tinggi adalah lebih efektif untuk situasi-situasi yang secara moderat menguntungkan, sedangkan para pemimpin dengan skor LPC rendah akan lebih menguntungkan baik pada situasi yang menguntungkan maupun tidak menguntungkan. Leader Member Exchange Theory menjelaskan bagaimana para pemimpin mengembangkan hubungan pertukaran dalam situasi yang berbeda dengan berbagai pengikut. Hersey and Blanchard Situasional Theory lebih memusatkan perhatiannya pada para pengikut. Teori ini menekankan pada perilaku pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya dan hubungan pemimpin pengikut.
Leader Participation Model menggambarkan bagaimana perilaku pemimpin dalam proses pengambilan keputusan dikaitkan dengan variabel situasi. Model ini menganalisis berbagai jenis situasi yang mungkin dihadapi seorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Penekanannya pada perilaku kepemimpinan seseorang yang bersifat fleksibel sesuai dengan keadaan yang dihadapinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar